Hujan tak kunjung mereda, selokan, kali, sungai dan jalan raya tak lagi bisa ku bedakan. Aku beringsut pelan ke arah pertokoan yang posisinya lebih tinggi dari jalan, agar tak hanyut terseret banjir bandang yang terkadang datang tanpa diundang. Tak banyak kendaraan yang berlalu-lalang, khususnya gerobak roda empat yang biasa disebut sedan. Semua mungkin sedang asik menanti hujan reda di rumahnya masing-masing menikmati secangkir teh hangat diseling dengan kudapan. Atau sedang sibuk pontang-panting mengungsi, mengamankan semua harta yang dimiliki dan sebisa mungkin tak lupa menyelamatkan anak-istri. Di mana pun mereka berada, semua manusia itu sama,,,baik yang membuang sampah di tempatnya, maupun yang membuangnya asal-asalan. Terlepas dari perilaku mereka semua, kota yang disebut Ibu ini memang sudah kelebihan beban. Selain sedikitnya daerah resapan akibat pembangunan gedung-gedung bertingkat yang luar biasa, jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di kota yang pernah bernama Batavia ini amatlah banyak, mulai dari yang beroda dua sampai yang beroda tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh.
Kruuuyuuuuuk...suara perutku membahana, agak mengagetkan karena semula kupikir suara guntur. Saat perut lapar pikiran memang suka melantur. Padahal aku hanya seekor anak kucing yang rindu menyusu hangat dari puting susu induknya. Waooong!
Tuesday, February 4, 2014
Subscribe to:
Posts (Atom)