Dahulu sekali ada seekor komet yang berlari cepat di kesunyian malam, membelah cakrawala dengan ekornya yang menyala benderang.
Di suatu kota ada gadis pemalu yang tak pernah dibiarkan keluar rumah, menatap sedih langit hitam tak berbintang.
"Ke manakah kalian pergi?" bisik si gadis sambil menelekan kepalanya di mulut jendela.
Mentari tak lagi ada, sudah lama berlalu diganti awan-awan hitam kelam pembunuh malam. Sangat menakutkan, benak si gadis. Ia pun terlelap dalam diam.
Di tempat lain si komet menari-nari dengan girang memamerkan setiap kilatan cahaya di ekornya yang benderang. Merasa bosan dan pergi mencari tempat yang tak terlalu terang. Ia berkeliling sejenak dan memutuskan untuk pergi ke sebuah kota di mana langit malamnya tak berbintang. Dengan penuh gairah ia bertanya pada rembulan di manakah tempat itu berada. Rembulan yang tampak mengantuk menggeleng pelan dan menyuruh si komet bertanya pada angin malam. Angin malam bersedia mengantarnya ke sana, si komet pun melompat kesenangan. Mereka pergi menuju sebuah kota di mana langit malamnya tak berbintang.
Sesampainya di sana si komet tertawa dan berlarian berusaha menyeruak dari balik awan-awan hitam kelam pembunuh malam. Setelah pergumulan yang melelahkan si komet berhasil membuat lubang dan berayun ringan di atas kota tempat si gadis terlelap di mulut jendela. Si gadis terbangun karena cahaya yang ditimbulkan gesekan udara pada tubuh komet yang menyerupa ekor. Si gadis terbelalak dan berteriak kencang:
"Lihat, ada seekor cecak terbang dengan ekor terbakar!"
Kaget karena diteriaki si gadis, si komet menghentikan lajunya dan seketika cahaya di ekornya pun padam. Si gadis mengusap kedua matanya dan kembali terlelap sambil bergumam, "ternyata hanya mimpi".
Si cecak tak berekor merangkak dalam diam di bawah bayang-bayang awan-awan hitam kelam pembunuh malam. Menanti datangnya pagi dengan wajah penuh lebam.
Di suatu kota ada gadis pemalu yang tak pernah dibiarkan keluar rumah, menatap sedih langit hitam tak berbintang.
"Ke manakah kalian pergi?" bisik si gadis sambil menelekan kepalanya di mulut jendela.
Mentari tak lagi ada, sudah lama berlalu diganti awan-awan hitam kelam pembunuh malam. Sangat menakutkan, benak si gadis. Ia pun terlelap dalam diam.
Di tempat lain si komet menari-nari dengan girang memamerkan setiap kilatan cahaya di ekornya yang benderang. Merasa bosan dan pergi mencari tempat yang tak terlalu terang. Ia berkeliling sejenak dan memutuskan untuk pergi ke sebuah kota di mana langit malamnya tak berbintang. Dengan penuh gairah ia bertanya pada rembulan di manakah tempat itu berada. Rembulan yang tampak mengantuk menggeleng pelan dan menyuruh si komet bertanya pada angin malam. Angin malam bersedia mengantarnya ke sana, si komet pun melompat kesenangan. Mereka pergi menuju sebuah kota di mana langit malamnya tak berbintang.
Sesampainya di sana si komet tertawa dan berlarian berusaha menyeruak dari balik awan-awan hitam kelam pembunuh malam. Setelah pergumulan yang melelahkan si komet berhasil membuat lubang dan berayun ringan di atas kota tempat si gadis terlelap di mulut jendela. Si gadis terbangun karena cahaya yang ditimbulkan gesekan udara pada tubuh komet yang menyerupa ekor. Si gadis terbelalak dan berteriak kencang:
"Lihat, ada seekor cecak terbang dengan ekor terbakar!"
Kaget karena diteriaki si gadis, si komet menghentikan lajunya dan seketika cahaya di ekornya pun padam. Si gadis mengusap kedua matanya dan kembali terlelap sambil bergumam, "ternyata hanya mimpi".
Si cecak tak berekor merangkak dalam diam di bawah bayang-bayang awan-awan hitam kelam pembunuh malam. Menanti datangnya pagi dengan wajah penuh lebam.