Wednesday, September 18, 2013

Dilanda mulas

mungkin orang-orang akan gemas...
melihat pipiku yang merona merah

tanpa tahu aku sebenarnya sedang dilanda mulas...
menahan gejolak dalam perut, dan mulai berkeluh-kesah

lalu dunia terasa gerah!

Buku Merah Sandra

Aku punya seorang sepupu. Ia selalu memeluk erat buku merahnya. Bukunya merah, tidak semerah darah, pun tidak semerah rona muka ayah saat marah. Bukunya hanya merah, tidak semerah gincu yang dipakai ibu saat hendak pergi arisan, atau gaun merah kakak saat kali pertama menghadiri pesta dansa.

Buku merah, itu saja yang selalu didekapnya erat. Entah sudah berapa lama ia memeluk buku merah itu. Sejauh aku dapat mengingat, ia telah mendekapnya sejak 5 tahun yang lalu.

Satu hari, saat aku menemani ibu pergi arisan di rumahnya. Aku memberanikan diri untuk bertanya.

“Sandra, buku merah apa sih itu yang selalu kau dekap?”

Sandra memang selalu pendiam, jadi selama 5 tahun ini aku kerap mengurungkan niatku untuk bertanya. Walau rasa penasaran selalu datang menyergap benakku kala melihat buku berwarna merah yang lain, yang tidak sedang didekap Sandra karena memang bukan miliknya.

Untuk beberapa waktu ia hanya diam. Saat aku hendak menyampaikan batinku, untuk melupakan pertanyaanku, ia menjawab:

“Ini, di dalam buku ini ada sosok Sandra yang tidak kau kenal. Mungkin dikenal beberapa kerabat yang lebih tua, tapi aku yakin kau tidak mengenalnya,” ujarnya terbata-bata.

Aku tertegun karena bingung berusaha mencerna kata-katanya.

“Sandra siapa?” batinku.

Dengan tangan bergetar ia menyodorkan dan membuka buku merah yang selalu didekapnya itu. Di halaman pertama tertulis, Sandra Angelina Putri. Lalu ia membalik halamannya. Terlihat sebuah potret gadis yang sangat cantik.

“Waw, ini kamu?” Kataku sambil memandangi foto di dalam buku itu.

“Iya…” Sahutnya.

“Ini aku, beberapa bulan sebelum aku kehilangan kedua bola mataku seperti yang kau lihat sekarang…”

“Juga sebelum aku kehilangan hidupku…”

“Ooooo..,” gumamku. “Tapi kau tetap sepupuku kan?”

Dan kulihat sandra menganggukkan kepalanya yang memperlihatkan lubang besar tempat di mana bola mata seharusnya berada.

-Tamat-